BAB II
PEMBAHASAN
A. RAHN
1. Pengertian
Rahn dan Dasar Hukum
Menurut bahasa Rahn (gadai) berarti al-tsubut dan al-habs
yaitu penetapan dan penahanan[1],
dan juga bisa berarti jaminan[2].
Adapun secara terminologi rahn (gadai) menjadikan suatu benda bernilai menurut
pandangan syara’ sebagai tanggungan hutang, dengan adanya benda yang menjadi
tanggungan itu seluruh atau sebagian hutang dapat diterima.
Hukum meminta jaminan itu adalah mubah, berdasarkan
petunjuk Allah dalam QS.Al-Baqarah:283.
bÎ)ur
óOçFZä.
4n?tã
9xÿy
öNs9ur
(#rßÉfs?
$Y6Ï?%x.
Ö`»ydÌsù
×p|Êqç7ø)¨B
( ÷bÎ*sù
z`ÏBr&
Nä3àÒ÷èt/
$VÒ÷èt/
Ïjxsãù=sù
Ï%©!$#
z`ÏJè?øt$#
¼çmtFuZ»tBr&
È,Guø9ur
©!$#
¼çm/u
3 wur
(#qßJçGõ3s?
noy»yg¤±9$#
4 `tBur
$ygôJçGò6t
ÿ¼çm¯RÎ*sù
ÖNÏO#uä
¼çmç6ù=s%
3 ª!$#ur
$yJÎ/
tbqè=yJ÷ès?
ÒOÎ=tæ
ÇËÑÌÈ
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu
(para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya,
Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Para ulam sepakat ar-rahn diperbolehkan tetapi tidak
diwajibkan, sebab gadai hanya bersifat jaminan saja jika kedua belah pihak
tidak saling mempercayai. Firman Allah di atas adalah irsyad (anjuran baik)
saja kepada orang beriman.[3]
2. Rukun
dan Syarat Rahn (Gadai)
Gadai atau pinjaman dengan jaminan suatu benda memiliki
beberapa rukun, diantaranya:
1.
Akad
ijab dan qobul
Dapat
dilakukan dengan kata-kata, surat, isyarat dan lainnya.
2.
Aqid,
yaitu orang yang menggadaikan (rahin)
dan yang menerima gadai (murtahin).
Adapun
syarat bagi orang yang berakad adalah ahli
tasharuf, yaitu mampu
membelanjakan harta dan dalam hal ini memahami persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan gadai.
3.
Barang
yang dijadikan jaminan (brog).
Syarat
benda yang dijadikan jaminan adalah keadaan barang tersebut tidak rusak sebelum
janji hutang harus dibayar.
4.
Ada
hutang.
Disyaratkan
keadaan hutang telah tetap.[4]
3.
Aplikasi
dalam Perbankan
Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam 2 hal berikut:
1.
Sebagai
produk pelengkap
Artinya
sebagai akad tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain, seperti
dalam pembiayaan bai’ al-murabahah. Bank dapat menahan barang nasabah sebagai
konsekuensi akad tersebut.
2.
Sebagai
Produk Tersendiri
Di
beberapa negar Islam, seperti Malaysia akad rahn dipakai sebagi alternatif dari
pegadaian konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa, dalam rahn nasabah
tidak dikenakan biaya seperi biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan dan
penaksiran.[5]
B. HIWALAH
1. Pengertian
Hiwalah dan Dasar Hukumnya
Menurut bahasa yang dimaksud dengan hiwalah ialah al-intiqal dan al-tahwil artinya ialah memindahkan atan mengoperkan.[6]
Yang dimaksud dalam konteks ini, hiwalah ialah memindahkan hutang dari
tanggungan orang yang berhutang (al-muhil)
menjadi tanggungan orang yang akan melakukan pembayaran hutang (al-muhal alaih).[7] Pengertian hiwalah secara istilah
menurut para ulama adalah memindahkan hutang dari tanggungan seseorang kepada
tanggungan orang lain.[8]
Akad atau transaksi hiwalah ini dibolehkan dalam muamalah
Islam. Dasarnya adalah hadits Nabi yang berarti “Menunda pembayaran bagi orang
yang mampu adalah kedzaliman dan jika salah seorang diantara kamu dihiwalahkan
kepada kaya yang mampu maka turutlah”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
Pada hadits ini Rasulullah SAW. Memerintahkan kepada
orang yang mengutangkan. Jika orang yang berhutang menghiwalahkan kepada orang
kaya dan berkemampuan, hendaknya ia menerimanya, dan selanjutnya hendaklah ia
mengikuti atau menagih hutangnya kepada orang yang dihiwalahkannya.
Adapun hikmah dan tujuan dibolehkannya akad hiwalah ini
adalah untuk memberikan kemudahan dalam bermuamalah dan tidak ada pihak-pihak
yang dirugikan. Transaksi dalam bentuk hiwalah ini dalam prakteknya sekarang
ini bisa berwujud seperti pengiriman uang melalui pos atau bank.
2. Rukun
dan Syarat-syarat Hiwalah
Ulama Hanafiyah berpendapat, bahwa yang menjadi rukun
hiwalah adalah ijab atau pernyataan hiwalah dari pihak pertama (muhil) dan
qobul atau pernyataan menerima hiwalah dari pihak kedua (al-muhal) dan pihak
ketiga (al-muhal alaih).
Akad atau transaksi hiwalah menjadi sah apabila terpenuhi
syarat-syarat yang berkaitan dengan semua pihak. Syarat-syarat yang diperlukan
adalah:
1.
Syarat-syarat
yang diperlukan pihak pertama (al-muhil) ialah:
a.
Cakap
melakukan tindakan hukum dalam akad, yaitu baligh dan berakal.
b.
Ada
pernyataan persetujuan dan ridha.
2.
Syarat-syarat
yang diperlukan oleh pihak kedua (al-muhal), ialah:
a.
Cakap
melakukan tindakan hukum, yaitu baligh dan berakal sebagaiman pihak pertama.
b.
Ada
persetujuan pihak kedua terhadap pihak pertama yaitu melakukan hiwalah.
3.
Syarat-syarat
yang diperlukan oleh pihak ketiga (al-muhal ‘alaih), ialah:
a.
Cakap
melakukan tindakan hukum, yaitu baligh dan berakal sebagaiman pihak pertama dan
kedua.
b.
Ada
persetujuan pihak kedua terhadap pihak ketiga yaitu melakukan hiwalah.[9]
3. Aplikasi dalam Perbankan
Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada
hal berikut:
a.
Factoring/Anjak
Piutang
Dimana
para nasabah memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu
kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak
ketiga itu.
b.
Post-dated-check
Bank
bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayarkan dulu piutang tersebut.
c.
Bill
discounting
Secara
prinsip, bill discounting serupa dengan hawalah. Hanya saja dalam bill
discounting, nasabah harus membayar fee, sedangkan pembahasan fee tidak
didapati dalam kontrak hawalah.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Rahn (gadai) adalah menjadikan suatu benda bernilai
menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan hutang, dengan adanya benda yang
menjadi tanggungan itu seluruh atau sebagian hutang dapat diterima. Dasar
hukumnya terdapat dalam QS. Al-Baqarah:283. Rukun rahn adalah akad, aqid,
barang jaminan dan ada hutang dengan syarat yang harus terpenuhi. Kontrak rahn
dalam perbankan dapat dipakai dalam hal produk pelengkap dan produk tersendiri.
Hiwalah adalah memindahkan hutang dari tanggungan
seseorang kepada tanggungan orang lain. Rukun hiwalah adalah ijab dari pihak
pertama (muhil) dan qobul dari pihak kedua (al-muhal) dan pihak ketiga
(al-muhal alaih) dengan berbagai syarat-syaratnya yang harus dipenuhi. Praktek
hiwalah dalam perbankan dapat dilihat dari factoring, post-dated-check dan Bill
discounting.
B.
Penutup
Sekilas uraian tentang Rahn dan Hawalah, tentunya Penulis banyak melakukan kesalahan
dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca
sangat kami perlukan demi pembuatan makalah yang lebih baik. Semoga makalah ini bisa bermanfaat dan
dapat dijadikan sebagai penambah wacana bagi para pembaca, Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Fauzan, Saleh. 2006. Fiqih Sehari-Hari.
Jakarta:Gema Insani
Antono, Muhammad Syafi’i. 2010. Bank Syariah dari
Teori ke Praktik. Jakarta:Gema Insani
Ghazaly, Abdul Rahman. 2010. Fiqih
Mualamalat. Jakarta:Kencana Prenada Media Group
Suhendi, Hendi. 2011. Fiqih Muamalah. Jakarta:Raja Grafindo
Persada
0 komentar:
Posting Komentar